Sabtu, 03 September 2016

Klenteng Hong San Kiong Jombang

Klenteng Hong San Kiong pagoda alias Gudo, terletak di desa Gudo, Distrik Gudo, Jombang ini adalah Kuil pertama sering dikunjungi Opaku. Mamiku sering cerita tentang candi ini tetapi ia sendiri telah dekade tidak pernah mendatagi pagoda. Bahkan aku, usia tua, juga tidak pernah ada. Dengan demikian, ketika lebih santai dalam perjalanan ke Tulungagung, kami berhenti sebentar di Bait Suci yang lama.



Jalan ini hanya dingin, halus tanpa naik dan perlu meminta beberapa kali untuk memastikan bahwa kita berada di jalur yang benar. Lokasinya dekat dengan pasar dan drop-dead gorgeous (harmonisasi antara pasar dan klentengnya fantastis deh, bayangkan ketika mulia ini dan pagoda terkenal, tentu saja banyak pegadang pasar berdoa ada):

Jadi harmonis, sehingga Bait dikunjungi tidak hanya oleh orang Cina, tetapi juga non-Cina. Apakah hanya melihat-lihat, menonton Potehi (akan memberitahu Anda lebih banyak!), atau meminta obat-obatan.

Yah, wayang potehi diadakan (hampir) setiap hari di Pura ini (2 x pertunjukan: jam 15:30 dan 19:00). Aku cukup beruntung untuk datang hanya sebagai Bait melakukan Potehi.


Aku tahu semua pemain sudah, haha! Kenalan di Hotel Majapahit Surabaya ketika mereka sedang kencan melakukan menjelang tahun baru Imlek 2012 kemarin. Bahkan saya menemukan rumah boneka yang mereka digunakan untuk melakukan di Surabaya:


Bahkan di samping mereka, tampaknya beberapa mesin jahit yang digunakan untuk memperbaiki rusak properti boneka / perlu ditambahkan. Wow benar-benar loh properti, ada peti mati (mini) semuanya, loh! Isi dari rambut anyway, haha. sangat menakutkan:


Namun, untuk di Klenteng San Kiong Jombang ini, engga Tampilkan menggunakan rumah-rumah kecil seperti dipake di Surabaya, tapi rumah besar Potehi benar-benar.

Jika di Surabaya, hanya tangan para pemain yang masuk, dalam Klenteng Gudo, agen pemain masuk loh! Bahkan pemain yang semuanya adalah murni Jawa (tapi fasih cerita tanah bambu) adalah orang-orang ramah yang mengundang saya untuk mengambil naik!

Aihhh, kesempatan bahwa aku tidak menyia-nyiakan itu, ketika langsit semakin gelap dan perjalanan kami masih jauh lagi.

Pemain di ga mengenakan pakaian tidak ingin memamerkan tato dan otot, haha, tapi karena kamar panas, pengap. Instrumen khusus, engga sebagai instrumen modern. Dan agar para pemain ga tidak mengganggu berteriak / membenturkan instrumen musik-nya, sekarang diberikan pengeras suara (dan cukup ramai tapi menyenangkan ** untukku, haha!):

Sampai sekarang, pagoda ini masih terawat dan terpelihara, muncul dari cat itu masih relatif baru dan cerah:

Di bangunan utama tempat wisata di Jombang, ada Kong Co Kong Tik Tjoen Oeng, di altar utama:
Nya ada kiri, Tjoen bernyanyi Tik Co Hong Kong / Dewa Bumi. Benar, Kong Co Hyang Thian bernyanyi Tee / dewa-dewa langit.

Dan ada bangunan yang indah di belakang, Kwan Im:


Kemudian kalau anda di jombang, jangan lupa kunjungi juga kedung cinet seharusnya ya, kadang-kadang kita akan 'tergoda' di candi ini. Opaku sering digunakan kehilangan kunci, ntar kalo abis doa, lay aja tau-tau kunci di tempat yang telah dibongkar. Saya masih sedang saat, ada Brankas, tapi... liar jaya sentosa setelah pulang! Haha, Ban telah mengempis. Yah, tidak tahu mengapa tuh, tapi aku lebih suka berpikir logis sajah * tumben *, lol!

Rabu, 24 Agustus 2016

Wisata Tangkuban Perahu

Tak komplit rasa-rasanya bila ke Bandung kok ndak singgah ke Tangkuban Perahu, satu obyek wisata alam yang ada di Bandung Utara.

Gunung cantik ini dinamakan Tangkuban Perahu, memanglah bila diliat dari jauh serupa banget dengan perahu terbalik. Menurut legenda orang Sunda, ini yaitu warisan dari Sangkuriang

Untuk meraih Tangkuban Perahu, begitu gampang. Dapat pakai mobil, sepeda motor atau angkutan umum. Lokasi wisata tangkuban perahu posisinya ada diutara kota Bandung, tepatnya di Cikole Lembang.



Untuk pergi kesana, dari Bandung kota kita mengadakan perjalanan sekitaran 7 km ke arah Lembang, satu kota susu nan dingin. Seterunya mengambil jalur ke utara atau arah Subang sekitaran 7 km lagi, nah cocok di Cikole, atau titik puncak pass pada perbatasan Bandung – Subang ada arah ke kekiri menuju Tangkuban Perahu.

Disitu ada papan penunjuk arah yang pasti tunjukkan arah tangkuban perahu.
Dari titik pertigaan ini, kita bakal lewat jalan mendaki serta berkelok sekitaran 3-4 km menuju arah puncak dengan masuk rimba pinus serta perdu. Selama jalan kerapkali kita ditemani kabut tidak tebal nan dingin, terlebih di musim hujan, memberi situasi romantis.

Sesudah perjalanan mendaki, kita bakal masuk lokasi kawan Tangkuban Perahu di mana kita disajikan keelokan kawah tangkuban perahu yang melegenda itu.

Kita dapat jalan serta mengambil photo di gigiran kawah yang indah sembari sesekali nikmati bau belerang yang tertiup angin.

Bila perjalanan kita lanjutkan, kelak bakal kita jumpai sederetan warung oleh-oleh serta makanan khas. Bila saya yang favorite yang makan bala-bala hangat atau mie rebus J

Bila masihlah kuat, perjalanan dapat dilanjutkan ke atas di mana kita dapat nikmati desisan kawah serta air panas. Namun bila telah sore umumnya lokasi ini ditutup.

Pernah dahulu, saya coba keliling kawah, lumayan juga butuh saat satu jam dengan melalui rimba perdu. Namun asik juga bikin tubuh bugar serta fresh.

Bila ada waktu senggang, dapat nikmati hijaunya pohon teh sembari ngopi di warung berbarengan keluarga, bikin situasi sekian indah. Bila malam mendekati, kita masihlah dapat konkow2 sekurang-kurangnya hingga jam tujuh malam.

Sekian, mudah-mudahan sudi, janganlah lupa beli oleh-oleh serta kerajinannya ya…

Estimasi Jarak :
Bandung – Lembang : 7 km
Lembang – Cikole : 5 km